Puang Bullu Matua adalah seorang pemberani yang sangat sakti dan terkenal dengan tengko
batunya yang menjadi andalannya dalam mempertahankan diri dari serangan musuh. Puang Bullu Matua juga
merupakan nenek dari Puang Tarongko.
Puang Bullu
Matua lahir dari
ibu bernama Puang Tumba’ Kaise’ dari Tongkonan Batualu sangalla’ dan ayah bernama Puang Lanjang Dolo yang merupakan anak dari Puang
Galugu dari Tongkonan Layuk Kaero sangalla’ dan Puang Tumba’ Lanjang dari Tongkonan Layuk Tondon Makale.
Puang Bullu
Matua tinggal di tongkonan Layuk Pantan
makale dan pada saat dia kawin dengan
Puang Tumba’ Bitti’ Langi’, cucu dari Puang Palaga di Tarongko, maka dia lebih
banyak menetap di Tongkonan Layuk Tarongko Makale. Dari hasil
perkawinannya dengan Puang Tumba’ Bitti’
Langi’, mereka dikaruniai 3(tiga) orang anak yaitu : Puang Bitti’
Langi’, Puang Kana’ dan Puang Makaun Allo (gugur dalam perang
saudara).
Puang Bitti’
Langi’( anak pertama) kawin dengan Puang Tumba’ Pakolean (cucu dari Puang Rambu
Langi’ dari Tongkonan Layuk Pangi) dan
melahirkan Puang Tiang Langi’ yang merupakan nenek dari puang Tarongko.
Puang Tiang Langi’ juga menurunkan Puang Lando
Rundun yang sangat terkenal dengan
kecantikannya dan mempunyai rambut
yang sangat panjang. Pada saat dia mandi di sungai sa’dan , dia
menyisir rambutnya dan sisa rambutnya dimasukkan kedalam kendi yang terbuat
dari buah pohon bila,tetapi kendi yang berisi rambut dengan panjang 7 depa, 7 hasta dan 7 jengkal tersebut hanyut dibawah air sun gai sa’dan
dan ditemukan oleh Puang Tomasaju , Puang Endekan ke I atau Arung Buttu Endekan I , di pertemuan sungai mata allo dan sungai sa’dan
didaerah enrekang. Karna
Puang Tomasaju penasaran melihat rambut panjang tersebut ,maka dia
menelusuri sungai sa’dan
sehingga dia sampai di makale dan bertemu dengan Puang Lando
Rundun. Setelah dia kawin dengan Puang
Lando rundun maka dia membawa Puang
Lando Rundun ke kerajaan enrekang dan sesampainya disana Puang Lando Rundun biasa dipanggil Puang Manggawari oleh masyarakat enrekang.
Setelah mereka
hidup berkeluarga di enrekang maka keduanya meninggal dan dikuburkan di
pemakaman raja raja endekan yaitu pekuburan Puang Buttu Endekan.
Dengan perkawinan ini maka terjalin
kembali kekerabatan antara keluarga Tomanurung Puang Wallang Dilangi’
dan Tomanurung Puang Palipada di kerajaan enrekang dan
keluarga kerajaan Tomanurung
Puang Tamboro Langi di daerah matari’
allo, lepongan bulan.
Puang Bullu
Matua sering mengalami hambatan dan tantangan dalam kehidupannya, salah satu
diantaranya adalah terjadinya
perselisihan dengan Puang Raya Sampin. Peristiwa perselisihan ini dimulai pada saat Puang Raya
Sampin melaksanakan upacara adat Ma’bua’ Kasalle di tongkonan layuk Kaero, maka sebagai tanda
persaudaraan puang bullu matua membawa
babi besar yang bertaring untuk
disumbangkan dalam pesta adat
tersebut. Yang dipercayakan untuk
mengantar babi besar tersebut adalah dua orang suruhannya yaitu Tamba Koka dan Pasele. Namun dalam perjalanan
menuju lokasi pesta adat itu yaitu setelah mereka sampai di daerah sekitar waisun,
burake makale, maka kedua orang tersebut
menukar babi besar tadi dengan babi betina kecil dengan maksud untuk mengadu
domba puang bullu matua dengan puang raya sampin.
Pada waktu
rombongan puang bullu matua memasuki
arena upacara, maka sambil berjalan salah satu dari kedua orang tersebut
menusuk pantat babi betina kecil tersebut sehingga meringis kesakitan dengan mengeluarkan suara yg sangat keras. Suara babi
tersebut menarik perhatian masyarakat yg hadir dalam acara tersebut , termasuk puang raya
sampin dan keluarganya.
Karena dianggap
sebagai penghinaan karena membawa babi betina kecil, maka kedatangan rombongan tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak dihormati atau disambut sebagaimana mestinya . Juga tidak ada komentar to minaa (singgi ‘) atas kedatangan
rombongan puang bullu matua , karena
mereka merasa jengkel atas perlakuan
tersebut.
Setelah
acara selesai maka kedua orang tersebut pulang kemakale untuk melaporkan hasil
perjalanannya kepada puang bullu matua. Pada saat kedua orang tersebut akan melapor,
puang bullu matua saat itu sedang berada di tongkonan layuk tarongko dan berada dipinggir
sungai berdiri diatas batu cadas( batu
papan) untuk melihat kerbau belangnya yg sementara direndam di sungai. Setelah
puang bullu melihat kedatangan kedua orang tersebut, maka dia langsung
menanyakan bagaimana isi singgi’( komentar tomina) terhadap keikutsertaan kita
dalam acara pesta adat tersebut. Namun kedua orang itu mengatakan bahwa singgi’
kita sangat memalukan puang bullu dan saudara saudaranya karena menghina puang
bullu dan saudara saudaranya dengan
singgi’ sbb: Tambakoka raka ia, pasele dengka tumati,puang bullu tibullu porrokna, puang tandi pa tandi
lalikan, puang pagunturan guntu’ dapo’ dll. Mendengar laporan tersebut maka
puang bullu matua langsung marah dan menghentakkan kakinya(mentarassa) diatas
batu cadas tempat dia berdiri, sehingga buah pohon enau (baluluk) dan buah
kelapa yg ada disekitar lokasi tersebut
berjatuhan dari pohonnya dan bekas hentakan kakinya berlobang . Lobang bekas
hentakan kakinya membekas diatas batu cadas(batu papan) menyerupai telapak kaki
dan dapat dilihat oleh generasi berikutnya sebagai saksi sejarah.
Setelah puang
bullu matua kembali ke rumahnya, maka
dia memanggil saudara saudaranya dan panglima perangnya untuk menyusun kekuatan
untuk menyerang puang raya sampin
sebagai balas dendam atas penghinaan yg dilakukannya .
Ada versi lain yang mengatakan bahwa perselisihan
antara Puang Bullu Matua dan Puang Raya
Sampin sebenarnya sudah ada sejak Puang
Pabuaran Dolo yang merupakan ayah dari Puang Raya Sampin dilantik menjadi
Puang Tomatasak XII di kalindo
bulanan di Kaero dan bukan Puang Lanjang Dolo , ayah dari
Puang Bullu Matua yang merupakan kakak dari Puang Pabuaran Dolo. Jadi
persoalan singgi’ hanya factor pemicu saja dalam perang saudara ini ,
karena sebenarnya penyebab utamanya adalah perebutan kekuasaan .
Sebelum
mengadakan serangan, Puang Bullu
Matua mengirim mata mata untuk mengetahui kekuatan pasukan puang raya
sampin. Setelah mata mata itu kembali, dia menceritrakan bahwa pasukan puang
raya sampin sangat kuat dan sulit untuk dikalahkan karena dia mempunyai pertahanan yang berlapis lapis dan kepala
pasukan nya(to barani) yang bernama
Kalumpini Rante , sangat kebal
dan tidak bisa ditembus oleh tombak dan parang, karena mempunyai jimat jimat yg
dililitkan dipinggangnya. Disamping itu pula kalumpini rante ini bisa melompat
dari bubungan rumah ke bubungan rumah yg lain
untuk menyerang musuh atau menghilang apabila dia dalam keadaan bahaya.
Bahkan dia bisa melompat dari satu pohon
ke pohon lainnya sambil menyerang musuh.
Mendengar
laporan tersebut maka puang bullu matua merencanakan
untuk membunuh kalumpini rante terlebih dahulu sebelum menyerang puang raya
sampin dan pasukannya.
Maka disusunlah rencana pembunuhan
kalimpini rante dengan cara mencuri babi besar yg bertaring milik masyarakat
sangalla’ termasuk babi puang raya sampin yg dipelihara oleh masyarakatnya.
Babi curian tersebut setelah dimasak(dipiong) maka kulit pa’piongnya dan
taring(tora) babinya ditumpuk dirumpun bambu dibelakang rumah kalumpini rante.
Tumpukan kulit pa’piong dan taring babi tersebut disembunyikan sedemikian rupa
sehingga tidak diketahui oleh kalumpini rante. Hal ini dilaksanakan setiap
malam sehingga babi babi besar milik masyarakat dan puang raya sampin hampir
habis dan tumpukan kulit pa’piong dibelakang rumah kalumpini rante semakin banyak. Karena setiap hari masyarakat
selalu melaporkan kehilangan babinya, maka puang raya sampin memerintahkan
pasukannya untuk mengadakan penyelidikan dan menangkap pencurinya. Namun setelah
diselidiki, ternyata kalumpini rante yang ditetapkan sebagai pelaku pencurian,
karena terbukti dirumpun bambu dibelakang rumahnya tertumpuk kulit pa’piong dan
taring babi yang banyak sekali.
Mendengar berita
ini puang raya sampin menjadi sedih dan bingung karena kalau kalumpini rante dibunuh
maka mereka akan kehilangan tobarani yg merupakan tulang punggung pasukannya,
tetapi kalau dibiarkan hidup maka babi
babi besar milik masyarakat akan habis dicuri. Setelah dirundingkan dengan tokoh tokoh adat maka
diputuskan bahwa kalumpini rante harus dibunuh
untuk kepentingan masyarakat yg
sudah mulai resah.
Untuk membunuh kalumpini
rante,ternyata tidak ada seorang pun yang berani, karena disamping dia kebal
terhadap senjata tajam, dia juga apabila dalam keadaan bahaya bisa dengan secepat kilat melarikan diri dan
menghilang masuk hutan, sehingga sangat berbahaya bagi setiap orang yang ingin membunuhnya.
Pada suatu acara
rambu solo’ yang dilaksanakan oleh keluarga puang raya sampin, kebetulan
ditengah tengah lokasi upacara tumbuh pohon pinang yang sangat besar dan sudah
sangat tinggi /tua sehingga sudah susah untuk dipanjat.Kesempatan ini
dimanfaatkan untuk membujuk kalumpini
rante agar memanjat pinang ini dengan
alasan tidak ada lagi orang lain yang berani memanjat pohon ini kecuali kalumpini rante.
Hal ini diterima baik oleh kalumpini rante sebagai kebanggaan untuk memperlihatkan kemampuannya didepan
masyarakat banyak. Sebelum memanjat pinang tersebut maka dia dibujuk untuk
melepaskan jimat jimatnya yg melingkar dipinggangnya dengan alasan supaya tidak mengganggu kecepatannya untuk
memanjat pohon pinang tersebut. Hal ini
dapat diterima oleh kalumpini rante. Setelah dia melepas jimat jimatnya, dia mulai naik dengan secepat kilat dan
mengambil buah pinang yang ada diatas. Kemudian
dibagian bawah dari batang pohon pinang
tersebut dipasang sura yaitu bambu runcing yang sudah diberi racun.Setelah dia turun membawa pinang yg sudah didapat , maka beberapa prajurit yg
sudah disiapkan langsung menombak tubuh
kalumpini rante sehingga dia langsung
jatuh diatas sura tersebut sehingga
langsung meningggal ,karena jimat jimat
yg melekat ditubuhnya sudah tidak ada
lagi. Setelah kalumpini rante meninggal maka masyarakat langsung bersorak sorai
karena pencuri yg selama ini mencuri babi mereka sudah meninggal.
Mendengar
kematian kalumpini’ rante , maka puang bullu matua memerintahkan pasukannya untuk segera
menghentikan pencurian babi di sangngalla’ supaya puang raya sampin percaya
bahwa yg mencuri babi selama ini adalah kalumpini ‘ rante.
Setelah
kalumpini’ rante meninggal maka puang
bullu matua mulai menyusun strategi
untuk menyerang puang raya sampin di tongkonan layuk kaero. Setelah persiapan
sudah dianggap cukup maka dimulailah perang melawan puang raya sampin sehingga
pecahlah perang saudara yang kedua di Tanah Toraja yang disebut Rari
Tosangtaran Lolo ma’penduanna.
Serangan ini dilakukan dengan tiba-tiba dan sengaja dilaksanakan pada saat puang raya sampin sementara melaksanakan pesta
adat perkawinan keluarganya di
sangalla’.
Perang ini berlangsung cukup lama,
tetapi pada akhirnya pasukan puang raya sampin dapat dipukul mundur kedaerah
sekitar tongkonan layuk kaero. Hal ini disebabkan karena puang raya sampin
tidak menyiapkan perang untuk waktu yg cukup lama karena tidak mengetahui ada musuh yang akan menyerang mereka dengan tiba tiba. Disamping itu pula
kalumpini’ rante yang sangat ditakuti dan menjadi andalan/tulang punggung
pasukan mereka telah meninggal.
Dengan
dikepungnya tongkonan layuk kaero dari segala arah maka untuk memukul mundur pasukan puang bullu matua dan
sekaligus melepaskan tongkonannya dari
kepungan musuh, maka salah satu anak dari puang raya sampin turun langsung dibarisan depan untuk
ikut bertempur memimpin
pasukannya, namun dia tewas dalam
pertempuran tersebut.
Dengan kematian
anaknya maka puang raya sampin sangat berduka dan langsung menghentikan
pertempuran tersebut dan meninggalkan tongkonan layuk kaero menuju ke daerah perbatasan toraja dengan
palopo yaitu daerah sekitar palopo selatan. Dengan kepergian puang
Raya Sampin tersebut maka Tongkonan Layuk Kaero langsung dibawah penguasaan puang Bullu Matua.
Namun demikian
meskipun puang raya sampin kalah dalam peperangan tersebut dan anaknya meninggal
dalam pertempuran , tetapi dia telah bersumpah untuk suatu saat nanti akan mengadakan serangan balasan ke makale
sampai salah satu anak dari puang bullu matua terbunuh .
Untuk
mempersiapkan serangan balasan tersebut maka puang raya sampin membentuk
pasukan yg cukup besar didaerah
perbatasan dan
secara diam diam juga mengkoordinir kembali
sisa sisa pasukannya yg setia kepadanya di sangalla dan melengkapinya dengan
peralatan perang. Persiapan
ini cukup lama dan memakan waktu
bertahun tahun.
Setelah
persiapan perang sudah dianggap cukup maka dimulailah serangan balasan ke makale.
Karena puang bullu matua dianggap seorang yang sangat sakti terutama dengan tengko batunya, maka Serangan
ini dilakukan secara diam diam dan mencari waktu tepat pada saat puang bullu matua sementara
melaksanakan pesta adat rambu solo karena ada salah seorang keluarganya yang meninggal.
Karena pasukan
puang bullu matua diserang dengan tiba tiba maka pada awal pertempuran ini
dapat dimenangkan oleh puang raya sampin sehingga pasukan puang bullu matua
dapat dipukul mundur sampai didaerah sekitar tongkonan layuk tarongko dan
tongkonan ini hampir saja direbut oleh pasukan puang raya sampin.
Namun dengan kesaktiannya bersama tengko batunya dan pengalaman yang cukup banyak dalam peperangan ,maka
sambil bertahan puang bullu matua bersama dengan anak- anaknya dan
saudara-saudaranya mulai mengkonsolidasikan seluruh pasukannya dan
merekrut pasukan tambahan dari berbagai
kampung, kemudian dia melakukan serangan
balasan , sehingga pasukan puang raya sampin dapat dipukul mundur kembali
sampai di daerah lea /lion dekat kampung turunan yaitu daerah perbatasan antara
tondon makale dengan sangngalla’.
Pasukan puang
raya sampin yang mendapat tambahan
pasukan dari sangngalla’ mulai bertahan
di tempat ini sehingga terjadilah perang habis habisan yang menyebabkan
gugurnya ratusan prajurit terbaik dari kedua belah pihak, termasuk salah satu
anak dari puang bullu matua yaitu puang
Makaun Allo, gugur dalam pertempuran ini , karena dia ikut memimpin
pasukannya dalam serangan balasan tersebut.
Mendengar berita
bahwa anaknya meninggal dalam pertempuran dan kepalanya tidak ditemukan lagi
karena dibawa lari oleh pasukan musuh,
maka puang bullu matua sangat sedih dan marah besar sehingga dia memutuskan
untuk ikut langsung bertempur dibarisan
depan . Hal ini menyebabkan pasukan
puang bullu matua bertambah semangat , termasuk masyarakat makale yg tanpa
diperintah ikut menawarkan diri untuk maju ke medan perang bertempur
habis habisan untuk membalas dendam atas kematian puang makaun
allo, sehingga puang raya sampin dapat dikalahkan dan mengundurkan diri kembali ke sangalla’.
Untuk menghindari
terjadinya perang susulan yg mungkin terjadi dikemudian hari maka puang
Mengkendek turun tangan sebagai penengah dan mengundang kedua belah pihak untuk
berdamai. Didalam pembicaraan perdamaian tersebut baru terungkap bahwa dalang
dari perang saudara ini adalah kedua orang tersebut yaitu tamba koka dan pasele, karena puang bullu matua
tidak pernah mengirimkan babi betina
kecil dalam pesta adat ma’bua’ kasalle yang dilaksanakan oleh puang raya sampin.
Begitu pula dengan singgi yang disampaikan dalam pesta adat tersebut tidak
pernah sampai menjelek jelekkan puang bullu matua dan saudara saudaranya,
tetapi itu hanya hasil rekayasa dari kedua orang tersebut.
Agar perang saudara
ini tidak terulang lagi dikemudian hari, maka diadakanlah perdamaian antara
kedua belah pihak dengan mengadakan tananan basse dan mengangkat sumpah keramat
dengan menguburkan seekor kerbau jantan bertanduk tekken langi’. Kemudian
disepakati bahwa mulai saat itu perang dianggap selesai dan tidak boleh lagi terjadi perang antara
makale dan sangngalla’ dan barang siapa yg lebih dulu menyerang akan mendapat hukuman
dari basse yang telah ditetapkan. Dengan
adanya basse ini maka tidak pernah lagi terjadi perang antara makale dan
sangngalla’ karena takut terhadap basse yang telah ditetapkan. Kemudian
disepakati bahwa kedua orang yang menjadi biang keladi penyebab terjadinya perang saudara tersebut harus dihukum mati .
Sebagai tindak
lanjut dari hukuman mati terhadap kedua orang tersebut, maka keduanya ditangkap
dan kepalanya dipancung dipinggir jalan didepan Tongkonan puang Bullu Matua di Tongkonan Layuk Pantan makale yaitu daerah sekitar pinggir jalan raya menuju waisun burake makale.
Kepala dari
kedua orang tersebut digantung dipinggir
jalan dan kaki serta tangannya dipotong potong dan dijadikan tongga’ pematang
sawah (tana’ tampo uma ) dipinggir jalan tersebut, dengan maksud agar
masyarakat yang lewat disitu dapat melihat bahwa orang yang berbuat jahat akan
dihukum setimpal dengan perbuatannya sehingga mereka tidak mengikuti perbuatan
dari kedua orang tersebut.
Setelah acara
perdamaian selesai maka dilanjutkan dengan pesta pemakaman dari puang makaun allo , yang meninggal dalam perang
tersebut di daerah lea/lion, tondon makale. Acara pemakaman ini dilaksanakan
secara besar besaran oleh puang bullu matua untuk mengenang anaknya yang telah berkorban
dalam pertempuran ini.
Kemudian pada dinding batu sebelah
kanan dari tempat pelaksanaan pesta ini dibuatkan liang untuk tempat pemakaman jenasah dan
diatasnya diletakkan patung ( tau tau) dari puang makaun allo yang kepalanya tidak
ada(terpotong).
Kalau kita
berjalan mengikuti jalan potong dari tondon makale menuju sangngalla’, maka
kita akan mendapati kampung lea/lion dekat turunan sehingga kita dapat
melihat patung (tau tau tanpa kepala) dari puang makaun allo pada dinding batu
sebelah kanan di pinggir jalan tersebut.
Hal ini sengaja dibuat agar setiap
orang yang lewat disitu dapat melihat
dan menjadi peringatan bahwa perang tidak ada manfaatnya dan hanya akan
menimbulkan korban dari kedua belah pihak, terutama korban jiwa dan korban harta benda.
Pada masa tuanya
dimana cucu-cucunya sudah mulai dewasa , maka puang
bullu matua membagi Kerajaan lepongan
bulan menjadi 3(tiga) kerajaan diatas suatu landasan Sumpah yang disebut Basse
Tallu Lembangna yaitu Basse Kakanna (
Makale ), Basse Tangngana ( Sangngalla ) dan Basse Adinna ( Mengkendek ).
Demikianlah
riwayat hidup singkat dari puang bullu matua
sebagai seorang pemberani yang sangat sakti dan terkenal
dengan tengko batunya , yang menjadi andalannya
untuk mempertahankan diri dari
serangan musuh.
Puang Tarongko juga bergelar Puang Bullu Matua.
BalasHapusPuang Tonton.... istrinya ada betapa
BalasHapus..
Puang Tondon....Anaknya berapa
BalasHapus